Sabtu, 08 Mei 2010

Tuhan, Tuhan, Tuhan...

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Notonagoro, 1975: 43:44).

Tetapi disini bolehlah disinggung tentang suatu aspek dari sila-sila yang tidak releven dengan kehidupan, walaupun dengan mengesampingkan kesalah-pahaman yang nanti akan ditimbulkannya, mengutip pendapat Iwan simatupang, dalam esai-esai kebebasan pengarangnya, mengatakan sungguhpun pancasila digembar-gemborkan sebagai pancasila sakti atau sakit? Selamanya hanya akan menjadikan sebuah wacana saja, tanpa sila pun kita rakyat Indonesia pun masih bisa (bertahan hidup).
Dapatlah diajukan sebagai theis: pancasila sebagai ekstraksi dari undang-undang dasar kita, harus membaui segala-galanya dari kita, ungkapan batin kita, dengan kata-kata lain, adakah pancasila menjadi fungsi filsafat dan fungsi konstitusionilnya.suatu kenyataan yang ada yaitu pengertian metafisis.
Pertanyaan baru akan jadi menarik, bila ia berbunyi: sampai dimanakah pancasila sebagai seni aktualisasi dalam kehidupan kebernegaraan kita khususnya?Kebenaran pancasila sebagai pandangan hidup resmi dari sekian manusia yang ada dari sabang sampai merauke masih lagi perlu benar dikaji. Untuk ini kita jangan berpikir dengan lencana merah putih sebesar serbet didada. Soal pandangan hidup adalah soal dari siapa saja yang belum dekaden dan fatalis, yang mau menentukan pandangannya atas hidupnya sendiri. Tak usah kita meloncat-loncat sambil menunjuk-nunjuk naskah declaration of human right, ke gedung PBB di new York, ke gedung mahkamah agung kita untuk mencari kekuatan bagi pendapat kita. Hidup kita selanjutnya ingin kita langkahkan dari segala keremangan dan kegelapan. Dan konon manusia tak mungkin menjauhkan diri dari ragu-ragu, maka seharusnya itu dapat diterimanya dengan keyakinan, seperti keyakinan yang ada padanya dalam penyerahan dirinya terhadap makan dan minum.
Pancasila adalah lima tunggal dari ketuhanan, perikemanusiaan, kebangsaan, kedaulatan rakyat, dan , keadilan sosial. Ketuhanan adalah suatu pengertian terbuka yang multitafsir, bungkuk dengan dukungan tanda tanya. Ia bikin hiruk pikuk dalam tempurung otak manusia sejak sekandal hawa dengan ularnya dulu. Dan walhasil, dari hiru pikuk ini hingga kini hanyalah, bahwa jumlah orang yang tunggang langgang ke biara dan gunung pertapaan masih berbanding sama saja dengan jumlah yang mengutik-utik iblis. Untuk tak mengarahkan telunjuknya ke blok yang netral, kaum oportunis, yang punyai perhitungan eksak, bila saatnya yang baik untuk adakan kolaborasi dengan tuhan, dan bila pula untuk berkomplot dengan syaitan. Pengemukaan “ketuhanan” dalam pandangan hidup dalam batas-batas geografi sama, hanyalah sebenarnya kain merah pada lembu galak saja. ‘Ingat tuhan, ayo ingat tuhan!’, bunyi refein dari mars dalam sorak yang parau jalan manusia. Tak diketahui bahwa ‘tuhan’ sudah mendatang dengan sendirinya kombinasi-kombinasi pikiran dalam bentuk korelasi, dalam bentuk pertentangan, yaitu: Tuhan-iblis, surga-neraka, malaikat-dadjal dan seterusnya. Dan sebelum manusia belum memperoleh anugerah untuk di promovir jadi malaikat semua, dan selama tuhan belum bersedia meninjau kembali seluruh ciptaanya, menghapus neraka dan mencekik mati iblis, selama duka –cerita manusia tak berakhiran: ia silih berganti, pro tuhan dan pro iblis, atau terjadi penyibakan, dimana tercipta penjenisan calon surga dan calon neraka.dan mungkin sekali ada pula jenis ‘fifty-fifty’ yang kelak akan memperoleh haluan ke daerah tak bertuan. Bukan bermaksud disini supaya baik itu dibatalkan saja semua agama dan kepercayaan, walau ini sebagai suatu kemungkinan bukan hal yang tak menarik.


Tetapi guna apa suatu tak mungkin jadi malaikat direnggutnya dari satuan dari sifat-sifat mutlak manusia yang lain, direliefkan untuk kemudian dibabtiskan sebagai ucapan gagah: Pandangan hidup? Apakah dengan ini sebenarnya hanya mau dikatakan, bahwa ideal terakhir hanyalah menghendaki status quo dari moral yang berlaku hingga kini, yaitu: Manusia tetap satuan dari pahala dan dosa? Alangkah kontradiktifnya: ideal yang statis!
Pandangan hidup bukanlah suatu snapshot dari suatu tafereelce untuk ditempelkan dalam album tetapi: suatu pelarian ke muka. Pengertian ‘ketuhanan’ bukanlah barang baru lagi. Ini bukan berarti pula bahwa keyakinan kita hanya tercurah pada pendapatan baru saja, yang aktuil dan sensasional saja. Tidak!
Tetapi melihat dengan tak pesimis ke hasil total jenderal dari usaha untuk secara sistematis dan periodic mengaktuilkan ‘Ketuhanan’ sebagai masalah, membuat kita berhasrat supaya ia ditarik saja sebagai suatu nilai dari bursa masalah. Romantiknya sudah aus, rangsang yang dating daripadanya sudah habis. Yang tinggal hanyalah gerak-gerak rutin yang berwujud dalam seremoni kenyang saja. Lebih baik ia dengan segala hormat dan takzim kita singkirkan dari jalan, dimana ia cuma lebih perintang saja daripada penunjuk arah.
Perikemanusiaan juga suatu pengertian terbuka, yang memungkinkan manusia sendiri bermanipulasi sebelit-belitnya dengannya. Suatu dari sekian abstraksi yang serba tafsir. Dapat diperkepang oleh manusia golongan manapun jua. Kaidahnya dapat di spekulir, diulur-ulur. Hakikatnya tak ada, kecuali barangkali bahwa dengan adanya istilah ini manusia mengatakan kamusnya bertambah tebal, sedang tempurung otaknya melompong.
Apa semua ini tak bikin dari surg sebuah eksapilock, dimana makhluk-makhluknya tak luput dari dekandensi dan immoralitas? Hukum-hukum seperti apakah dan yang bagaimana yang berpengaruh nanti di suga? O, mistik jangan katakan ini tak layak ditepekuri oleh insan "n" yang ada di planet ini, dan bahwa segala-galanya baik diserahkan saja pada sang Kuasa, mistik semacam ini bahkan areligius, hanya akan kabuti tebal-tebal surga itu sendiri, yang bikin pupus segala plastic dan tehnicolornya!
Tetapi bila hukum yang berlaku disana dengan hukum planet kita ini, dan di surga juga ada keragaman makhluk ada yang adil, juga ada yang tak adil, juga ada ketegangan dan kepincangan dalam masyarakatnya, buat apa penuh-penuh mulut mengucapkan suatu pandangan hidup yang tenaga maksimumnya hanya bisa kasih kita status quo?
Bila kita mau katakan kepada masyarakat bangsa-bangsa yang lain, bahwa kita bangsa Indonesia sebenarnya inginkan yang baik dari segala, dan dari sekian soal yang menyinggung manusia, mengapa dipilih dan ditonjolkan hanya lima? Dan, pilihan yang betapa: manusia didegradir jadi abstraksi ‘perikemanusiaan’ sesudah itu ia dilempar ke dalam sebuah sel yang tumpat: Tuhan sebagai jubin dan langi-langit, bangsa, daulat, dan adil sebagai drakula yang menampakkan kepalanya dari celah-celah dinding, dimana Bung Karno seharusnya meneruskan niatnya mengisutkan pancasila via trisila terus ke ekasila, disini menarik napas sebentar,kemudian berkata: ‘dan ekasila ini pun dapat di pulangkan ke

tanpasila, sebab masih amat banyak yang baik-baik di samping hanya gotong-royong. Amat banyak sehingga tak dapat di absahkan dalam bilangan manapun juga, bilangan tak berhingga (~) pun tidak. Oleh sebab itu, saya amanatkan, kita tak sila-silaan, pandangan hidup kita semua ya, tanpa sila! Pandangan hidup seharusnya pandangan yang selapang-lapangnya atas hidup integral yang tak bisa dibatasi hanya dengan lima sila saja.
Dan dari jenis manakah demokrasi yang kita anut? Datang lagi dengan sejenis demokrasi diatas segala demokrasi hingga kini. Kalau hanya ini jenis demokrasi yang ada dan mungkin ada,tidaklah lebih baik kita membuang segala pretensi dan dugaan, dan mengatakan: ‘ demokrasi kami demokrasi langit ketujuh, abstrak, sedemikian abstraknya hingga tidak mungkin di manifestasikan!’ atau kita jadikan kesukaan sebentar berolok-olok dengan paradoks-paradoks, dalam gaya Lao Tse dengan Tao-nya: demokrasi kami antara ada dan tiada, ada dan bagus dalam hakikat, tiada dalam lahir…’
Dan sebagai embel-embel dalam rangka : keadilan sosial. Juga suatu pengertian terbuka, justru oleh nisbihnya arti ‘adil’. Siapa adil? Apa ini tak bergantung dari tempat, dimana badan tegak? Neurenberg tempat pembegalan orang-orang Nazi, karena keadilan Sekutu yang berlaku, perang dingin kini ini disebabkan berselisihnya tafsiran di Kremlin dan di dunia barat tentang keadilan.
Demokrasi kini telah mendapat atribut baru yang hanya menandakan masih cairnya untuk dipakai di segala tujuan.tak ada ukuran mutlak guna menimbang-nimbang manusia mana yang lebih bangsawan apakah jenis: Homo homini lupus dan bellum omnumcontra omnes, atau jenis kemanusiaan genesis,kemanusiaan Samson dari bani falestin, kemanusiaan Kristus dari bukit golgota.
Jangan terlalu cepat di camkan kata-kata seperti, culture pessimism, fatalism, nihilism dan sebagainya. Bukankah Dyonisos, ahasverus, Manfred tokoh Byron,Lucifer dari vondel, faust, anti Christ dari Nietzsche dan lain tokoh yang bisa ditempatkan dalam anti legendarisme, justru menonjol mendukung suatu arti oleh kebuntatan yang diberikan’kemanusiaan’ dengan segala persoalannya? Pancasila datang mebawa batas-batas, dan membawa suatu luasan kecil dari geleng kepala.
Dan kalau sikap yang begini, tukang-tukang cari isme tak dapat menahan kakinya dan datang menari-nari dengan papan merk: atheism, nihilism,satanisme,mauditisme, ya, barangkali bilangan 666 dari open baring johanes, sambil menunjuk-nunjuk ke gambar Zarathoestra, Heraklitos, Baudelaire, Voltaire, Nietzsche dan siapa tahu Jim carry yang eksentrik, kepada badut-badung ini, akan kita serukan dengan penuh iba: Go on to the next door, please...

Sabtu, 17 April 2010

Mimpi-mimpi seekor Restu

Restu sudah bosan bermimpi. Aku selalu merasa dungu, katanya pada diri sendiri.
Misalnya, dia bermimpi ditelan seekor ikan besar bertampang jelek, dan ketika mimpinya berakhir dia mencium bau amat tak sedap dari ikan itu. Dalam mimpi lain dia meluncur menuruni lereng tanpa dasar, makin lama makin cepat.
Mimpi-mimpinya juga mempermainkannya setiap kali dia menginginkan sesuatu. Pernah hatinya terpaku pada sepeda balap dua puluh delapan gir, dan dia bermimpi sepeda itu menantinya di ruangan kakeknya. Mimpi itu luar biasa jelas: sepedanya berwarna jingga metalik dan diparkir di sebelah rak piring nenek.dia bahkan tahu urutan kunci kombinasinya: 12345. Tentu dia tidak bisa melupakan itu kan? Nah, di tengah malam, masih dikuasai kantuk, terhuyung-huyung dalam piyamanya, dia ke kamar kakeknya.dan, apa yang didapatinya di dekat rak piring? Seekor tikus mati. Itu pukulan curang!
Akhirnya, restu menemukan cara mengatasi tipuan-tipuan mimpi yang mempermainkannya itu. Menit pertama dia akan berpikir(tanpa bangun), ini cuma salah satu ikan menyebalkan itu lagi. Aku tahu apa yang akan terjadi. Ikan itu akan melahapku. Tapi,aku tahu kalau ini cuma mimpi, sebab hanya dalam mimpi ikan hidup di darat.

Atau, dia akan perpikir, nah aku meluncur lagi, tetapi tidak ada yang bisa kulakukan.aku tidak bisa berhenti, lagi pula aku toh tidak benar-benar meluncur. Dan, ketika sepeda fantastis itu kembali menghantuinya, atau sebuah permainan komputer yang dia sukai habis-habisan--game itu memang ada, tepat di samping telepon yang sebesar gulungan kasur--dia tahu itu cuma khayalan.

Jumat, 16 April 2010

Rahasia Angka Tuhan


Angka Tuhan? Mungkin Anda bertanya-tanya tentang "Angka Tuhan", apaan sih? Sebenarnya itu hanya istilah saya saja untuk menyebut suatu "angka misteri" (baca:sangat menakjubkan) yang banyak ditemukan pada kejadian-kejadian di alam ini. Angka ini sejatinya telah banyak diteliti oleh peneliti luar negeri, mereka umumnya menyebut angka ini adalah "golden ratio" atau "golden number".

Nah, mungkin sebagian Anda sudah tidak asing lagi dengan 2 istilah yang terakhir. Ya, bagi Anda yang sudah membaca mengenai hal ini pasti Anda mengetahui bahwa angka ini ada kaitannya dengan deret Fibonacci atau Fibonacci sequence.

Tahukah Anda mengapa para peneliti menyebutnya golden number? karena banyak sekali kejadian-kejadian di alam ini yang berkaitan dengan angka tersebut. Bahkan, sebelum Obama terpilih menjadi presiden, ada yang meramalkan bahwa Obama akan menjadi presiden Amerika ke-44 dengan dasar dari analisa deret Fibonacci. Wow? Benarkah?


Sekilas Mengenai Deret Fibonacci

Bagi Anda yang sudah lulus SMU pasti pernah mendengar bilangan Fibonacci di pelajaran Matematika. Kalau misalnya belum, mungkin waktu itu Anda sedang tidak masuk sekolah..maaf bercanda.

Apa sih angka fibonacci? Angka fibonacci adalah urutan angka (deret angka) yang disusun oleh Leoanardo Fibonacci pada tahun 1175 - 1245 M. Bilangan fibonacci dikenal juga dengan sebutan the golden number of human life.

Percaya atau tidak, menurut kepercayaan para ilmuwan di zaman dahulu kala, angka Fibonacci adalah salah satu bukti adanya Tuhan (inilah salah satu alasan saya memberi judul angka Tuhan). Wah kok bisa?

Apa sih sebenarnya bilangan Fibonacci itu? Bilangan Fibonacci adalah urutan angka yang diperoleh dari penjumlahan dua angka didepannya, misalnya seperti ini :

0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, dst

Penjelasan : Misal Angka 5, diperoleh dari penjumlahan 2 angka didepannya yaitu 2+3.

Mungkin Anda kemudian bertanya, lalu apa kaitannya angka2 itu dengan bukti adanya Tuhan?
Bilangan Fibonacci ini menunjukkan beberapa fakta aneh, tetapi sebelumnya kita perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai angka Phi? Apa itu angka Phi?
Pasti Anda tahu, angka Phi adalah angka 1.618. Apa hubungannya dengan fibonacci? Phi merupakan hasil pembagian angka dalam deret Fibonacci dengan angka didepannya.
Misalnya 3:2, 34:21, 89:55.
Semakin besar angka Fibonacci yang dilibatkan dalam pembagian, hasilnya akan semakin mendekati 1.618.

Fakta-Fakta "Angka Tuhan" Bilangan Fibonacci

Seperti yang sekilas disebut sebelumnya, angka ini merupakan bukti yang menunjukkan adanya Tuhan dan dianggap keramat oleh ilmuwan zaman dulu.
Hampir semua ciptaan Tuhan dianggap mempunyai angka Fibonacci dalam hidupnya, baik itu tumbuhan, hewan, maupun manusia.

Berikut beberapa fakta yang ditemukan di alam ini.

1. Jumlah Daun pada Bunga (petals)
Mungkin sebagian besar tidak terlalu memperhatikan jumlah daun pada sebuah bunga. Dan bila diamati, ternyata jumlah daun pada bunga itu menganut deret fibonacci. contohnya:
- jumlah daun bunga 3 : bunga lili, iris
- jumlah daun bunga 5 : buttercup (sejenis bunga mangkok)
- jumlah daun bunga 13 : ragwort, corn marigold, cineraria,
- jumlah daun bunga 21 : aster, black-eyed susan, chicory
- jumlah daun bunga 34 : plantain, pyrethrum
- jumlah daun bunga 55,89 : michaelmas daisies, the asteraceae family.

Senin, 25 Januari 2010

The Butterfly Effect


Edward Norton Lorenz, yang menjadi Profesor di MIT tahun 1962 dalam bidang meteorologi ini menemukan butterfly effect atau apa yang menjadi landasan teori chaos pada tahun 1961 di tengah-tengah pekerjaan rutinnya sebagai peneliti meteorologi. Ia dilahirkan pada 23 Mei 1917 di USA memiliki latar belakang pendidikan di bidang matematika dan meteorologi dari MIT. Dalam usahanya melakukan peramalan cuaca, dia menyelesaikan 12 persamaan diferensial non-linear dengan komputer (kuliah Fisika Matematika dan komputasi). Pada awalnya dia mencetak hasil perhitungannya di atas sehelai kertas dengan format enam angka di belakang koma (...,506127). Kemudian, untuk menghemat waktu dan kertas, ia memasukkan hanya tiga angka di belakang koma (...,506) dan cetakan berikutnya diulangi pada kertas sama yang sudah berisi hasil cetakan tadi. Sejam kemudian, ia dikagetkan dengan hasil yang sangat berbeda dengan yang diharapkan. Pada awalnya kedua kurva tersebut memang berimpitan, tetapi sedikit demi sedikit bergeser sampai membentuk corak yang lain sama sekali. Inilah yang disebut butterfly effect, yaitu kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil (pengabaian angka sekecil 0.000127) menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian. Fenomena ini, akhirnya melahirkan teori chaos , yang juga dikenal sebagai sistem yang ketergantungannya sangat peka terhadap kondisi awal. Hanya sedikit perubahan pada kondisi awal, dapat mengubah secara drastis kelakuan sistem pada jangka panjang. Jika suatu sistem dimulai dengan kondisi awal dua maka hasil akhir dari sistem yang sama akan jauh berbeda jika dimulai dengan 2,000001 di mana 0,000001 sangat kecil sekali dan wajar untuk diabaikan. Dengan kata lain: kesalahan yang sangat kecil akan menyebabkan bencana dikemudian hari.
Teori chaos versus fractal
Teori Chaos adalah teori yang berkenaan dengan sistem yang tidak teratur seperti awan, pohon, garis pantai, ombak dll : random, tidak teratur dan anarkis. Namun bila dilakukan pembagian (fraksi) atas bagian-bagian yang kecil, maka sistem yang besar yang tidak teratur ini didapati sebagai pengulangan dari bagian-bagian yang teratur. Secara statistik: Chaos adalah kelakuan stokastik dari sistem yang deterministik. Sistem yang deterministik (sederhana, satu solusi) bila ditumpuk-tumpuk akan menjadi sistem yang stokastik (rumit, solusi banyak).
Mandelbrot dan Helge von Koch, adalah ahli komputer dan matematika yang memperagakan hal ini sehingga muncullah cabang ilmu baru yang disebut fractal. Segitiga sama sisi adalah sistem deterministik (sederhana). Bila banyak segitiga sama sisi ditumpuk-tumpuk dan dilakukan perbesaran pada salah satu pinggir tumpukannya akan menghasilkan suatu permukaan pinggiran yang sangat ruwet (stokastik). Keadaan akhir (yang dilihat dengan mata) tumpukan akhir pada salah satu pinggir adalah sistem chaos sedangkan segitiga-segitiga pembentuknya adalah unsur pembentuk fractal. Kebanyakan dalam realitas kehidupan (tentu juga realitas ekonomi), masalah yang kita hadapi adalah seperti tumpukan segitiga yang hanya kelihatan sebagian dari pinggirnya itu. Akan menyesatkan dan sangat ceroboh bila analisisnya mengambil pendekatan garis mulus yang menghubungkan permukaan tersebut. Chaos dan fractal menawarkan suatu solusi untuk mengekstraksi sistem chaos ini agar ditemukan unsur pembentuknya, yaitu segitiga-segitiga sama sisi tersebut. Dalam era informasi dan teknologi dewasa ini adalah sangat mungkin untuk melakukan analisis ini dan riset pada bidang ini sudah sangat maju minimal dalam fisika dan teknik elektro: neural network dan cellular automata. Fisika bukan semata mempelajari satu partikel tunggal tetapi juga sekumpulan partikel yang membentuk sistem chaos.

Sumber kompas.

Kamis, 14 Januari 2010

Anda ragu pakai Linux? coba dulu LiveCDnya

Kenapa banyak orang enggan memakai Linux? Banyak sekali penyebabnya. Ada yang beralasan kalau Linux itu sulit, terlalu banyak perintah berbasis teks, tampilan GUI-nya kurang menarik, dan masih banyak lagi alasan lain yang kadang-kadang nggak masuk akal.

Percaya deh, jika Anda sudah mengenal Linux, pasti akan tergila-gila dengan Linux. Selain gratis, Linux itu mempunyai banyak sekali potensi tersembunyi yang bisa kita eksplorasi lebih jauh. Kalau nggak, ngapain Google bela-belain pakai Linux di produk Android-nya.

Nah, buat yang masih ragu dan belum yakin seperti apa sih kemampuan Linux itu ada cara aman untuk mencobanya, yaitu dengan distro Linux Live CD.

Distro Live CD ini tidak perlu diinstall di komputer. Cukup masukkan CD yang berisi distro tersebut di drive CD ROM, lalu restart komputer. Dengan demikian Anda tidak perlu khawatir seandainya sistem operasi lain yang sudah ada di komputer akan hilang.

Anda tertarik untuk mencobanya? Ada beberapa distro yang layak Anda coba, yaitu antara lain:

Ubuntu
Knoppix
OpenSuSE
Fedora
DreamLinux

Rabu, 25 November 2009

Dan iblis pun berkata..

Kau bilang adam berdosa gara-gara hasutanku? Kalau begitu, atas hasutan siapa aku melakukan dosa? Aku sebenarnya melakukan apa yang Dia perintahkan, dan aku sepenuhnya patuh pada keinginan Allah. Mau bagaimana lagi? Tak ada ruang yang luput dari kuasa-Nya. Aku bukanlah tuan bagi keinginanku sendiri. Aku menyembah Allah selama 700.000 tahun! Tak ada tempat tersisa di langit dan di bumi, dimana aku tak menyembah-Nya. Setiap hari aku berkata pada-Nya, "ya Allah, anak keturunan adam menolak-Mu, namun engkau tetap bermurah hati dan tetap meninggikan mereka, tapi aku yang mencitai dan memuja-Mu dengan pemujaan yang benar, Engkau buat menjadi hina dan buruk rupa."
lihatlah segala penderitaan dan kesengsaraan yang telah ditimpakan-Nya atas dunia ini. Lihatlah! Betapa monster itu melakukan semua hanya untuk menghibur diri! Jika ada yang terlihat murni, dibuat-Nya ternoda! Jika ada yang manis, Dia buat masam! Jika ada yang bernilai, dibuat-Nya jadi sampah! Dia tak lebih dari sekedar Badut dan pesulap murahan, pembohong Gila! Dan kegilaan-Nya masih terus membuatku lebih gila lagi! (the madness of God).

Academia

Sekolah di athena yang didirikan oleh Plato (327-447 seb.mash) murid socrates, seorang ahli filsafat yang meninggal pada th.399 seb msh.

Pada awalnya, academia merupakan sekumpulan orang-orang yang memuja "Dewa-dewa Musa" (bukan nabi Musa) yaitu dewa nyayian sajak dan sastra yang meliputi seni dan ilmu (Scientia). Dewa-dewa yang mereka puja itu bernama: Calliope, Clio, Eratu, Euterpe, Melpomene, Polymnia,Terpsichore, Thalia, dan Urania.

Kumpulan orang-orang itulah yang menjadi awal dari sekolah Filsafat yang didirikan oleh Plato pada thn. 387 seb mash. Pertemuan Plato dengan murid-muridnya itu diadakan di sebuah taman jauh dari kota athena, yang diabadikan untuk menghormati seorang pahlawan Yunani dalam perang Troia(sekitar th. 1250 seb mash) bernama Academos.
Ditempat itu, Plato mengajar Filsafat. Di kemudian hari, tempat itu dinamakan Academia. Nama dan model academia tersebut berkembang di mana-mana dan meliputi berbagai bidang ilmu. Thn 387 seb mash itu merupakan awl Universitas yang pertama-- dalam perkembangan academia, pengaruh dari Bangsawan, rohaniawan, dan sastrawan menjadi sangat besar. Untuk membedakan diri dari kelompok-kelompok lain, mereka kemudian menciptakan pakaian yang berbentuk toga. Pakaian itu menjadi lambang akademis. Yang pertama memakainya adalah kaum rohaniawan, pakaian itu kemudian juga dipakai di Universitas Oxford dan Cambridge.
Pada musim dingin, ada penambahan aksesori hood, semacam kerudung penutup leher dan kepala.
Di Havard, Toga dipakai Thn. 1636, sedangkan di Oxford kerudung kepala itu dihiasi kuncir berumbai

Pendidikan dan Humor, Harmoniskah?

Kebanyakan orang mengerutkan dahi jika berbicara. Mereka memutar nalar, memelintir logika, mengaduk otak.memang mutu pendidikan sudah menjadi anggota rombongan masalah serius. Sebaliknya, humor bersifat kelakar, canda, tawa hihi...haha, dan main2. Dapatkah masalah serius ditingkatkan dg cara main2? Jangan heran pertanyaan diatas patut dicurigai, landasan berpikirnya agak ngawur. Menuduh humor sebagai hal yg main2 merupakan tindakan biadab tak berperi-kehumoran. Sebab humor bukan masalah sepele yg bisa diambil sambil mengantuk. Humor sudah resmi menjadi anggota masalah serius yg digelayuti proses berpikir.intiplah cerita humor berikut ini. Sukron suka bikin ulah di kelas, berani mencolak-colek teman perempuannya, yg dicolek tentu saja merengut n sewod. anehnya, jk ditegur pak guru, sukron selalu berkilah, "bukan saya." pak guru makin lama makin jengkel. Dan ini puncak kejengkelannya. Dalam pembelajaran sejarah sukron dites dg pertanyaan,"siapa pendiri majapahit?" dg tangkas sukron menjawab, "bukan saya." pak guru tersinggung lalu memelototi sukron.tapi sukron tetap menjawab,"bukan saya...bukan saya...bukan saya pak guru." pak guru kemudian menyerahkan sukron kepada pak kardi, orang tua sukron yg jd kuli bangunan. Pak kardi membentak-bentak sukron agar mengaku.meskipun beberapa tamparan untuk memaksa mengenai pipinya, sukron tetap menjawab, "bukan saya" berulang-ulang.merasa yakin sukron tak akan mengubah jawabannya, pak kardi menemui pak guru. Katanya, "anak saya tidak salah, pak guru, yang mendirikan majapahit memang bukan anak saya." dengan bersungut-sungut pak guru bertanya, "mengapa bapak tidak beri tahu pendiri yg sebenarnya?" dg kalem pak kardi menjawab, "gurunya bukan saya." itulah contoh humor.berdasarkan contoh itu dapat kita ketahui bahwa humor sebenarnya serat dg proses berpikir.bahkan proses berpikir dalam humor bersifat khas yg kadang-kadang justru menjungkirbalikkan logika.itulah sebabnya edward de bono pakar pengajaran berpikir, mengatakan bahwa untuk dapat berpikir lateral dalam istilah lain dapat di katakan sebagai berpikir menyimpang, berpikir melawan arus, atau berpikir bukan pada tempatnya.berpikir demikian tentu lebih berat dari pada berpikir yg wajar.nah, jika humor digunakan sebagai sarana berlatih untuk berpikir berat, pastilah humor mengandung proses berpikir yg cukup rumit.dalam keterangan sekilas dapat diketahui bahwa humor bukan perkara main-main.sebagai karya serius humor tentu banyak manfaatnya. Pertama, humor mendatangkan keceriaan dalam kehidupan.humor bisa menyantaikan orang dan dapat membuat orang lebih bersahabat.humor mampu meredam kericuhan dan konflik, buktinya orang tak akan berkelahi sambil tertawa, klo toh ada, tentu hanya dalam sinetron...dalam semangat pembelajaran humor dapat menghilangkan kebosanan.ngantuk, ketegangan pelajaran sulit, suasana menjadi segar dan menyenangkan, bukankah sangat boleh jadi bisa meningkatkan mutu pembelajaran?. sepengalaman saya, antara dosen yg mampu berhumor dan yang tidak, para mahasiswa kebanyakan pasti lebih suka dengan dosen yang suka humor, walaupun mengajar matakuliah yang sulit.mereka akan cepat memahami dan menangkap materi kuliah.akhirulkallam semoga humor tak lekas dihilangkan hanya karena beban yang makin sarat...amin

Pancasila saktikah?

Satu contoh saja sila ke lima kita:

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Notonagoro, 1975: 43:44).

Tetapi disini bolehlah disinggung tentang suatu aspek dari sila-sila yang tidak releven dengan kehidupan, walaupun dengan mengesampingkan kesalah-pahaman yang nanti akan ditimbulkannya, mengutip pendapat Iwan simatupang, dalam esai-esai kebebasan pengarangnya, mengatakan sungguhpun pancasila digembar-gemborkan sebagai pancasila sakti atau sakit? Selamanya hanya akan menjadikan sebuah wacana saja, tanpa sila pun kita rakyat Indonesia pun masih bisa (bertahan hidup).
Dapatlah diajukan sebagai theis: pancasila sebagai ekstraksi dari undang-undang dasar kita, harus membaui segala-galanya dari kita, ungkapan batin kita, dengan kata-kata lain, adakah pancasila menjadi fungsi filsafat dan fungsi konstitusionilnya.suatu kenyataan yang ada yaitu pengertian metafisis.
Pertanyaan baru akan jadi menarik, bila ia berbunyi: sampai dimanakah pancasila sebagai seni aktualisasi dalam kehidupan kebernegaraan kita khususnya?Kebenaran pancasila sebagai pandangan hidup resmi dari sekian manusia yang ada dari sabang sampai merauke masih lagi perlu benar dikaji. Untuk ini kita jangan berpikir dengan lencana merah putih sebesar serbet didada. Soal pandangan hidup adalah soal dari siapa saja yang belum dekaden dan fatalis, yang mau menentukan pandangannya atas hidupnya sendiri. Tak usah kita meloncat-loncat sambil menunjuk-nunjuk naskah declaration of human right, ke gedung PBB di new York, ke gedung mahkamah agung kita untuk mencari kekuatan bagi pendapat kita. Hidup kita selanjutnya ingin kita langkahkan dari segala keremangan dan kegelapan. Dan konon manusia tak mungkin menjauhkan diri dari ragu-ragu, maka seharusnya itu dapat diterimanya dengan keyakinan, seperti keyakinan yang ada padanya dalam penyerahan dirinya terhadap makan dan minum.
Pancasila adalah lima tunggal dari ketuhanan, perikemanusiaan, kebangsaan, kedaulatan rakyat, dan , keadilan sosial. Ketuhanan adalah suatu pengertian terbuka yang multitafsir, bungkuk dengan dukungan tanda tanya. Ia bikin hiruk pikuk dalam tempurung otak manusia sejak sekandal hawa dengan ularnya dulu. Dan walhasil, dari hiru pikuk ini hingga kini hanyalah, bahwa jumlah orang yang tunggang langgang ke biara dan gunung pertapaan masih berbanding sama saja dengan jumlah yang mengutik-utik iblis. Untuk tak mengarahkan telunjuknya ke blok yang netral, kaum oportunis, yang punyai perhitungan eksak, bila saatnya yang baik untuk adakan kolaborasi dengan tuhan, dan bila pula untuk berkomplot dengan syaitan. Pengemukaan “ketuhanan” dalam pandangan hidup dalam batas-batas geografi sama, hanyalah sebenarnya kain merah pada lembu galak saja. ‘Ingat tuhan, ayo ingat tuhan!’, bunyi refein dari mars dalam sorak yang parau jalan manusia. Tak diketahui bahwa ‘tuhan’ sudah mendatang dengan sendirinya kombinasi-kombinasi pikiran dalam bentuk korelasi, dalam bentuk pertentangan, yaitu: Tuhan-iblis, surga-neraka, malaikat-dadjal dan seterusnya. Dan sebelum manusia belum memperoleh anugerah untuk di promovir jadi malaikat semua, dan selama tuhan belum bersedia meninjau kembali seluruh ciptaanya, menghapus neraka dan mencekik mati iblis, selama duka –cerita manusia tak berakhiran: ia silih berganti, pro tuhan dan pro iblis, atau terjadi penyibakan, dimana tercipta penjenisan calon surge dan calon neraka.dan mungkin sekali ada pula jenis ‘fifty-fifty’ yang kelak akan memperoleh haluan ke daerah tak bertuan. Bukan bermaksud disini supaya baik itu dibatalkan saja semua agama dan kepercayaan, walau ini sebagai suatu kemungkinan bukan hal yang tak menarik.


Tetapi guna apa suatu tak mungkin jadi malaikat direnggutnya dari satuan dari sifat-sifat mutlak manusia yang lain, direliefkan untuk kemudian dibabtiskan sebagai ucapan gagah: Pandangan hidup? Apakah dengan ini sebenarnya hanya mau dikatakan, bahwa ideal terakhir hanyalah menghendaki status quo dari moral yang berlaku hingga kini, yaitu: Manusia tetap satuan dari pahala dan dosa? Alangkah kontradiktifnya: ideal yang statis!
Pandangan hidup bukanlah suatu snapshot dari suatu tafereelce untuk ditempelkan dalam album tetapi: suatu pelarian ke muka. Pengertian ‘ketuhanan’ bukanlah barang baru lagi. Ini bukan berarti pula bahwa keyakinan kita hanya tercurah pada pendapatan baru saja, yang aktuil dan sensasional saja. Tidak!
Tetapi melihat dengan tak pesimis ke hasil total jenderal dari usaha untuk secara sistematis dan periodic mengaktuilkan ‘Ketuhanan’ sebagai masalah, membuat kita berhasrat supaya ia ditarik saja sebagai suatu nilai dari bursa masalah. Romantiknya sudah aus, rangsang yang dating daripadanya sudah habis. Yang tinggal hanyalah gerak-gerak rutin yang berwujud dalam seremoni kenyang saja. Lebih baik ia dengan segala hormat dan takzim kita singkirkan dari jalan, dimana ia cuma lebih perintang saja daripada penunjuk arah.
Perikemanusiaan juga suatu pengertian terbuka, yang memungkinkan manusia sendiri bermanipulasi sebelit-belitnya dengannya. Suatu dari sekian abstraksi yang serba tafsir. Dapat diperkepang oleh manusia golongan manapun jua. Kaidahnya dapat di spekulir, diulur-ulur. Hakikatnya tak ada, kecuali barangkali bahwa dengan adanya istilah ini manusia mengatakan kamusnya bertambah tebal, sedang tempurung otaknya melompong.
Apa semua ini tak bikin dari surge sebuah…….dimana makhluk-makhluknya tak luput dari dekandensi dan immoralitas? Hokum-hukum seperti apakah dan yang bagaimana yang berpengaruh nanti di suga? O, mistik jangan katakana ini tak layak ditepekuri oleh insane yang ada di planet ini, dan bahwa segala-galanya baik diserahkan saja pada sang……… mistik semacam ini bahkan areligius, hanya akan kabuti tebal-tebal surge itu sendiri, yang bikin pupus segala plastic dan tehnicolornya!
Tetapi bila hukum yang berlaku disana dengan hukum planet kita ini, dan di surge juga ada keragaman makhluk ada yang adil, juga ada yang tak adil, juga ada ketegangan dan kepincangan dalam masyarakatnya, buat apa penuh-penuh mulut mengucapkan suatu pandangan hidup yang tenaga maksimumnya hanya bisa kasih kita status quo?
Bila kita mau katakana kepada masyarakat bangsa-bangsa yang lain, bahwa kita bangsa Indonesia sebenarnya inginkan yang baik dari segala, dan dari sekian soal yang menyinggung manusia, mengapa dipilih dan ditonjolkan hanya lima? Dan, pilihan yang betapa: manusia didegradir jadi abstraksi ‘perikemanusiaan’ sesudah itu ia dilempar ke dalam sebuah sel yang tumpat: Tuhan sebagai jubin dan langi-langit, bangsa, daulat, dan adil sebagai drakula yang menampakkan kepalanya dari celah-celah dinding, dimana Bung Karno seharusnya meneruskan niatnya mengisutkan pancasila via trisila terus ke ekasila, disini menarik napas sebentar,kemudian berkata: ‘dan ekasila ini pun dapat di pulangkan ke

tanpasila, sebab masih amat banyak yang baik-baik di samping hanya gotong-royong. Amat banyak sehingga tak dapat di absahkan dalam bilangan manapun juga, bilangan tak berhingga (~) pun tidak. Oleh sebab itu, saya amanatkan, kita tak sila-silaan, pandangan hidup kita semua ya, tanpa sila! Pandangan hidup seharusnya pandangan yang selapang-lapangnya atas hidup integral yang tak bisa dibatasi hanya dengan lima sila saja.
Dan dari jenis manakah demokrasi yang kita anut? Dating lagi dengan sejenis demokrasi diatas segala demokrasi hingga kini. Kalau hanya ini jenis demokrasi yang ada dan mungkin ada,tidaklah lebih baik kita membuang segala pretensi dan dugaan, dan mengatakan: ‘ demokrasi kami demokrasi langit ketujuh, abstrak, sedemikian abstraknya hingga tidak mungkin di manifestasikan!’ atau kita jadikan kesukaan sebentar berolok-olok dengan paradoks-paradoks, dalam gaya Lao Tse dengan Tao-nya: demokrasi kami antara ada dan tiada, ada dan bagus dalam hakikat, tiada dalam lahir…’
Dan sebagai embel-embel dalam rangka : keadilan sosial. Juga suatu pengertian terbuka, justru oleh nisbihnya arti ‘adil’. Siapa adil? Apa ini tak bergantung dari tempat, dimana badan tegak? Neurenberg tempat pembegalan orang-orang Nazi, karena keadilan Sekutu yang berlaku, perang dingin kini ini disebabkan berselisihnya tafsiran di Kremlin dan di dunia barat tentang keadilan.
Demokrasi kini telah mendapat atribut baru yang hanya menandakan masih cairnya untuk dipakai di segala tujuan.tak ada ukuran mutlak guna menimbang-nimbang manusia mana yang lebih bangsawan apakah jenis: Homo homini lupus dan bellum omnumcontra omnes, atau jenis kemanusiaan genesis,kemanusiaan Samson dari bani falestin, kemanusiaan kristus dari bukit golgota.
Jangan terlalu cepat di camkan kata-kata seperti, culture pessimism, fatalism, nihilism dan sebagainya. Bukankah Dyonisos, ahasverus, Manfred tokoh Byron,Lucifer dari vondel, faust, anti Christ dari Nietzsche dan lain tokoh yang bisa ditempatkan dalam anti legendarisme, justru menonjol mendukung suatu arti oleh kebuntatan yang diberikan’kemanusiaan’ dengan segala persoalannya? Pancasila dating mebawa batas-batas, dan membawa suatu luasan kecil dari geleng kepala.
Dan kalau sikap yang begini, tukang-tukang cari isme tak dapat menahan kakinya dan dating menari-nari dengan papan merk: atheism, nihilism,satanisme,mauditisme, ya, barangkali bilangan 666 dari open baring johanes, sambil menunjuk-nunjuk ke gambar Zarathoestra, Heraklitos, Baudelaire, Voltaire, Nietzsche dan siapa tahu Jim carry yang eksentrik, kepada badut-badun ini, akan kita serukan dengan penuh iba: Go on to the next door, please...

Jumat, 26 Desember 2008

lubuk padi suatu ketika

dan ketika itu
sinar mentari semesta
melebur ke alam raya
dengan bentuk yang jua lumrah
serta merta kau sudahi jahitan

dan ketika itu
jalinan kasih antara kita
mengulum samudera raya
dengan nafas selaksa beliung
namun ku tak slalu denganmu
sejak padi menguning
seribu bahasa menghampiri
rahsia-Ku
dan seketika tak ada

dan waktu silih berganti
wajahmu tak lagi rupawan
lihatlah kau kini
kau sekarang bergumul
dengan orang lain
yang menjadi-Mu

petuah keabadian

pagi itu kau laku
pergi dengan seribu
kuda besimu
tanpa peduli dengan ulahmu

adakah yang kau kejar
di pagi nyata mendung
kecuali hanyalah
dalam otakmu semata
di luar dirimu
hanyalah kehampaan

apalah orang lain sudi
mengingatkan akal budi
ketika kau berjumpa
problema yang absurd
kau lari terkencing-kencing
dengan bau pesing

awalmu kutak tahu
begitupun akhirmu
mungkin nun di jalan ujung
dengan aspal yang berlubang raya
kau temui yang bernama
petuah keabadian
yang sekarang atau nanti
pun kemarin ada padamu

pada hal yang tampak

padahal yang tampak
sungguh itu taklah tampak
dan sekatakata yang terbalik
pun akhir kataku
melapur rindu angin
mengibas api nerakabara

pada aku dan dirimu
olehmu dan diriku
darimu yang sejati
dan kembali menjadimu
aku, kau dan peranan
sungguh naif dalam mainan

pada yang tampak
dan yang sebaliknya
mungkin kau kan tahu
kini, yang lalu atau kemudian
sama saja bagimu
datang dan pergi
tanpa mohon diri

pada akhirnya

gemercik air hujan
yang kau kirimkan
semacam orang yang
membaca kitab kelam
menoreh luka
membuncah air garam

dalam setiap kisi
ketika malam jatuh tertidur
di pangkuan ku
kemanakah rasa ini menuju
membumbung tinggi
ke angkasa biru
melanglang semesta

pun akhirnya
aku tak tahu lagi
mana hitam
atau rupa abu
semua menghilang
dari rah-sia ku mengukur
padamu yang tak terukur

mari kita ngobrol
sambil minum kopi
sesaat sebelum
kita beranjak
pergi...
280308

mimpi

dari kantuk yang terkutuk
sampai tertidur di lorong-lorong
jalan itu
setengah sadarlah aku
yang lantas jadi mimpi
berjalan diatas pasir

rupaku kini hanya di sini
di mimpi ini
tanpa kenyataan yang menjelma
jadi bulir-bulir pasir
tak lagi asli

sontak ku terbangun
mendapatiku sedang tidur
di alam lain dimensi
sekonyong-konyong
timbul pertanyaan
mana ibuku?
Mana bapakku?angan ku
Lalu semua jawaban
keluar melalui tubuhku

melambung

sunyi sepi menerangi
enyah kau dari ku
setiap saat kau bermalam
di setiap denyut nadi ku
dan sekejap kau meluap
bagai air karap harap
melambung dengan cerap

nun jauh di sana
di sini jua adanya
tak terhalang
pun tak terelakkan jua
bagai air karap harap
melambung dengan cerap
kata hanyalah penunjuk bulan

bulan yang singgahi arti rupa
bulan darah dengan arah angin
mencoba tertawakan kelamin
ujung tombak berpesta
amuk massa tanpa cela
nun...jadi
aneka rupa warna

lubang hitam

aku takkan menyannyi pilu
jengah takkan kusuka ia
antara teras ini kau sedang secangkir
kopi hitam legit dalam lamunan
dari apapun itu
terlaksana sebagai ambigu
lantas menjadi rindu

tak kuingini
apa yang kumintai dulu
dalam mahligai syahdu
merindu dengan diam

seakan kau pencuri itu
yang mencuri keserakahan
yang mencuri kegelapan
yang mencuri cahaya langit
bagai lubang hitam kelam
yang menelan segalanya
pada sekitarnya
amin

ku menjadi Mu

aku adalah elang
yang tajam menerjang alam
yang makin gersang
pada semak dan belukar
semasa musim kerontang

aku adalah laut
memangsa segala kalut
yang bernoda yang suci
menetral busuk agama
semua laksana batu
yang baru satu bisu

aku adalah aku yang peran
mengubah kata pun makna
menyetubuhi akar segala soal
melumat mesra semua bait
lalu tak perlulah ku kembali
menjadi duka dalam mainan
hasrat-ku menjadi-Mu
tanpa rasa
tanpa rahsia

entah kapan

entah kapan
ku kan bertemu lagi
denganmu
ketika surya petang
kau tiba-tiba datang
tetapi dalam sepekan
kau berlalu tanpa nama

ku masih ingat
ketika kita berlari kecil
di pematang sawah
di kejar hujan dahsyat
selingi suara guntur
serta merta
kau ku peluk erat

wajah ayumu pasi membiru
aku tertawakan-mu
lantas kau berlari lagi
ku kejar-mu
tanpa peduli hujan
peduli guntur
yang setiap saat
biasa menjilat-mu

entah kapan
kita begitu lagi
ku kan kenang
dalam sunyi ayunan taman

bernalar abu

kuucap kata merangkai makna
jika kau pandang ia
menanti hujan
dengan senyuman
gemercik bagai percik air
dengan gaung yang jauh
di negeri awan

kuucap kata gemuruh hati
bisu menyayat syahdu
urung jua kuungkap
wajahmu yang cakap
meng-indahi tampilan
dan memang hanyalah tampilan
yang hangus yang tergerus

bagai otak tak pernah sadar
akan suara-suara lain
dalam nurani
yang bernalar abu
hingga ia hanyalah tampilan cuma
maka pantaskah aku
merajut kesombongan?

yang terkesan nyata

pada hari yang cerah
kau mulai merusak kabut
menangisi kepongpong
memberinya harap
tak juga meratap
rambut gondrong seperti penjahat

ya...kau memang penjahat
melalui kelaminmu
dan jua aku tuk jadi sarapanmu
tak kuduga rindu
kau kukenal beringas
mencabik dengan ganas

pada bumi yang panas pada bintang pun mentari
dalam lemari pakaianku
pada galaksi lain kluster diatas meja sarapanku
pada hari yang cerah
kau mulai menakar angan dari onak duri
merusak mimpiku yang terkesan nyata

tuhan antah berantah

ketika malam kelam
merindu embun di pagi hari
merubah segala yang ku ingat
pada genting yang gawat
sejuk udara diluar sana
membawa aroma bangkai
dan wewangian surga

sepasang makhluk berdiri payah
melepas rindu gelisah
maukah sejenak kau mampir
bermain catur sambil minum kopi
tetapi kau tetap berjalan
mengikuti suara-suara kelam
yang kini selaksa bindang

wahai makhluk...
sudikah kau lempar tanahmu
kan ku ganti dengan bebatuan
apalah ranting hutan
yang mudah retas
melebur hutan maha luas
dalam sekejap mata

sepinggir pisang goreng
secangkir kopi panas
menautkan kepingan logam
yang kau terima
dari tuan antah berantah
setangis yang sedu-sedan itu
tanpa kau tak lagi meng-ada

tangan tuhan

ketika garis hujan
malam hitam kelam
kau mulai menabur awan
kebawah sadarmu
serupa tanah lapang
yang sering kau pakai
bermain dengan teman

dan ketika kau tengkurap
tuk pintai pijatan
serupa tangan tuhan
yang menciptakan
abu pertama kali
menjadi-mu lah
abu itu kau sebut aku

seperti sanak saudara
kita sama dalam tanggungan?
Selepas badaikau tertawa basi
puas dengan pemberian
yang akan juga jadi abu sepertimu dan aku
teramat sucikah jasadmu
tanpa kau peduliakan jiwa-mu?

tuhan entah

saat dimana kau kini ada diriku tak merasakannya

tanpa sepi tanpa rummi

gemetar ruh-ku menyambut

ketika kau masuk, disitulah kau

melewatkan sesuatu yang tak tampak rindu

gairahku tuk dikenang

disini diteras semesta ini

kau mengenal dalam relungku

kau menjadi tuhan entah

tuhan yang tak pernah tidur

dan tak kenal pula terjaga

dan bagimu menurut kitab kelam

kau aku dan alam rasa

tak mengenal arti kata membuang jasad ruh

di tebing sebuah jalan nun di ujung sana